Oleh : AHMAD R. IDIN (Instruktur HMI Cabang Ternate)
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ketika memproklamasikan kemerdekaan pada 17 agustus 1945 telah meletakan tujuan bernegara yang terumuskan dalam Undang-Undang Dsar (UUD) 1945 sebagaimana terterah pada Alinea ke 4 salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai embrio perkembangan peradaban negara indonesia yang mampu bersaing dengan negara-negara di dunia. Tak berselang lama Buah kemerdekaan yang dirai bangsa Indonesia dua tahun kemudian seorang pemuda indonesia yakni Lafran Pene memprakarsai berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 5 februari 1947 di Yokyakarta, dimana latar belakang berdirinya HMI dikarenakan faktor kemunduran duania Isalam dari aspek intelektual, kondisi bangsa indonesia yang masi terjajah, dan kondisi perguruan tinggi yang maraknya ajaran wasternisasi dan komunisme hingga aspek-aspek moral dalam agama terabaikan. Berdirinya HMI turut melangkapi untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan dengan bergerak pada dua komitmen yaitu keumatan dan kebangsaan.
Tak berselang lama HMI mampu membuktikan bahwa mampu menjadi tongkak untuk mengokohkan berdirinya NKRI serta cita-cita kebangsaan ketika HMI turut terlibat mengangkat senjata melawan belanda pada angresi militer ke II untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI dan menghadapi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Modium olehnya Jendral Soedirman mengartikan HMI sebagai Harapan Masyrakat Indonesia. Kondisi sosial politik kebangsaan demikian, memicu HMI meremuskan perkaderanya secara moderen, terencana, dan berkesinambungan. Sehingga pada tahun 1958 HMI merumuskan sistem perkarederan melalui pendidikan dasar, langka modernisasi HMI agar dapat berkonstibusi positif bagi umat dan bangsa PB HMI mengirim kader-kadernya keluar negri untuk mengikuti palitahan kader diantaranya Aisjah Amini, Mahbud Junaidy, dan Mahmud Yunus ke aloka India dan Ibrahim Madylao ke Amerika Serikat. Hasil studi perkaderan mereka kemudian dirumuskan oleh HMI dalam polah perkaderan HMI. Alhasil dari perumusan perkaderan HMI itu, ketika PKI kembali kumat penyakit kebuasanya pada Orde Lama HMI juga tampil memsang dada hingga turut memainkan strategi bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) mampu menumpas PKI dari wajah Indonesia. Sebagaiamana disebutkan oleh Sidratahtah Mukhtar “kemampuan akademis yang masih dimiliki secara masif oleh massa anggotanya, HMI suatu ketika bisa berfungsi sebagai mesin yang memproduksi secara besar-besaran kalangan menengah perkotaan di Indonesia.
Hingga ketika HMI menjemput Orde Baru mampu menghasilkan para pemimpin-pemimpin bangsa dari proses pembinaan (perkaderan), Akbar Tanjung, Alm Abdul Gafur, Yusril Izha Mahendra, Mahfud MD dll. Pada perkembangan selanjutnya Perkaderan mengalami tranformasi hingga terbentuknya perkaderan formal (Latihan Kader I,Latihan Kader II, dan Latihan Kader III), perkaderan Nonformal (Senior crose, Training Instruktur, Latihan Khusus Kohati dll), dan perkadean informal (Full-Up, Up-Graiding, Pendampingan hingga promosi kader). Tranformasi perkaderan HMI tersebut sebagai skema HMI mnciptakan kader HMI yang memiliki aspek Afektif, koknitif, dan pisikomotorik untuk menghasilkan para calon-calon pemimpin dan rakyat berkualitas yang dibekali moral serta intelektual (Insan Cita) agar mampu membawa bangsa indonesia pada perubahan dan kesejatraan rakyatnya. Tak heran masa kini para alumni HMI mampu menjadi abdi negara di pemerintahan, politisi, pengusaha, dokter, Kehakiman, Kejaksaan dll. Konstrubusi HMI ini telah mampu membantu negara dalam mencapai cita-cita kebangsaan yang itu diamanatkan oleh Konstitusi NKRI, maka seharusnya negara tak bisa memandang remeh HMI dan sudah seharusnya negara dapat memberi ruang bagi HMI saat menjalankan agenda-agenda kebangsaan (perkaderan).
Namun harapan tersebut tak seindah kenyataannya, bahkan negara turut mengkebiri perjuangan suci HMI dengan memberikan ruang tetapi harus membayar. Sebagaimana hal itu terjadi di kota-kota besar lainya dan termaksud di kota ternate. HMI cabang ternate saat menjalankan perkaderanya hampir tak mendapat ruang tersebut, kampus dilarang, gedung-gedung milik negara seperti SKB, Asrama Haji dll ketika dipakai oleh HMI untuk membuat Pelatihan bagi kadernya masi harus membayar. Padahal ketika HMI menjalankan perkaderanya itu sama halnya dengan HMI menjalankan misi kebangsaan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara melalui pemerintah Daerahnya sekan buta dan apatis terhadap konstribusi HMI, bahkan mungkin organisasi mahasiswa lainya, padahal peran organisasi mahasiswa termaksud HMI sangatlah penting dan membantu negara dalam mencapai cita-cita kebangsaan. Secara pribadi saya sungguh yakin dan percaya jikalau arogansi kekuasaan masi berwatak demikian, kemajuan bangsa ini hanya akan menjadi fiksi belaka, karna tidak perna menghargai konstribusi para pemudanya.
Bung Karno pada pidatonya telah menyebutkan Berikan aku 10 pemuda dan akan aku goncangkan dunia, perkataan Bung Karno tersebut telah memberi isarat bagaimana pentingnya peran para pemuda. Sedangkan HMI telah mampu memproduksi lebih dari 10 pemudah yang bermoral dan berintelektual, namun karna watak kekuasaan demikian tak heran jika negara ini hampir tak mampu menggoncangkan duania dikarenakan mengabaikan pembangunan potensi pemudanya.