Muhammad Abdu Faisal Hair Sainus
Pemuda Desa Awanggoa
Dinamika sistem demokrasi di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan. Pelaksanaan asas kedaulatan rakyat hampir menyentuh seluruh sendi kehidupan bernegara. Kedaulatan rakyat harus diposisikan sebagai jantung yang berfungsi memompa aliran darah keseluruh sendi ke Indonesiaan kita. Rakyat menghendaki agar kedaulatannya harus dimiliki secara utuh dan tidak hanya sebatas pada memilih anggota legislatif namun lebih dari itu bahwa rakyat harus ikut menentukan dalam memilih pemimpin eksekutif yang dimulai dari memilih Presiden, Kepala Daerah bahkan sampai pada level yang paling terkecil yakni Kepala Desa.
Pemilu langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat dalam rangka menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang – undang. Penyelenggaraan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh Penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki integeritas, profesionalitas dan akuntabilitas. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan kewenangannya kepada rakyat sebagai pemilik tunggal mandat kedaulatan negara. Sejak orde baru hingga reformasi pemerintah menghendaki adanya lembaga pengawasan Pemilu yang independen dan eksistensi serta perannya dinilai strategis dalam upaya mengawal tahapan Pemilu, terutama penegakan asas Pemilu yang luber dan jurdil.
Mengenai hal ini telah diatur dalam penjelasan umum Undang – undang Nomor 22 Tahun 2007, bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan umum, diperlukan adanya suatu pengawasan untuk menjamin agar pemilihan umum tersebut benar – benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum yang demokratis berdasarkan peraturan perundang – undangan. Pemilu sendiri merupakan prosedur demokrasi yang melegitimasi kewenangan dan tindakan para pemimpin legislatif dan eksekutif untuk membuat keputusan tertentu sesuai dengan kewenangannya. Pemilu adalah mekanisme, sirkulasi dan regenerasi kekuasaan. Pemilu juga satu-satunya cara untuk menggantikan kekuasaan lama tanpa melalui kekerasan (chaos) dan kudeta. Melalui Pemilu rakyat dapat menentukan sikap politiknya untuk tetap percaya pada pemerintah lama, atau menggantikannya dengan yang baru. Pemilu merupakan sarana penting dalam mempromosikan dan meminta pertanggungjawaban sosial politik dari kontestan pemenang dalam pemilu.
Prof.Dr. Muhammad, S.IP. M.Si, (Ketua BAWASLU RI Periode 2012-2017), menegaskan bahwa pemilu yang berintegritas menjadi salah satu ukuran keberhasilan demokrasi Indonesia, Ia meyakini bahwa Pemilu yang demokratis ditentukan oleh penyelenggara Pemilu yang berintegritas. Pelaksanaan Pemilu yang demokratis dapat terwujud jika ditopang dengan suprastruktur regulasi yang baik, peserta Pemilu yang berkualitas, pemilih yang cerdas, birokrasi netral dan Penyelenggara Pemilu yang profesional. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang mengawasi setiap tahapan Pemilu, Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) sebagai salah satu pilar demokrasi Pemilu, sudah mulai mengawasi seluruh proses tahapan Pemilu. Proses pengawasan pemilu sendiri dilakukan tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pemantau Pemilu atau pengamat Pemilu, yakni sama-sama mengawal, mengkritik, mengimbau dan memproses apabila terdapat hal yang menyimpang dari tahapan pelaksanaan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang Pemilu No 7 Tahun 2017. Dalam penanganan pelanggaran Pemilu terdapat perbedaan mendasar antara pengamat dan pemantau pemilu dengan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), karena Badan Pengawas Pemilu menjadi satu – satunya lembaga yang berwenang menerima laporan dan memproses pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU No 15/2011. Bawaslu dapat merekomendasikan pada KPU untuk dikenakan sanksi administratif, dan terkait kode etik Pemilu maka dapat diteruskan untuk diproses oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sedangkan bila laporan tersebut mengandung unsur pidana maka Bawaslu menindaklanjuti pengaduan atau temuan tersebut pada aparat penegak hukum untuk selanjutnya diproses secara hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2018.
Mewujudkan Pemilu yang demokratis perlu kesiapan terkait model pencegahan, strategi pengawasan, pemetaan wilayah rawan pelangaran, wilayah kepulauan, akses jaringan komunikasi, topografi kewilayahan dan faktor rentang kendali wilayah pengawasan. Hal ini harus menjadi focus utama pagi penyelenggara Pemilu, masyarakat, peserta Pemilu stackholder kepemiluan lainnya. Herbert McClosky berpandangan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan – kegiatan sukarela dari warga masyarakat dalam hal mengambil bagian dalam proses pemilihan kekuasaan secara langsung maupun tidak langsung untuk proses pembuatan kebijakan umum. Peran partai politik dalam memberikan pendidikan politik pada masyarakat perlu dilakukan secara berkelanjutan. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, SH. L.L.M, memberikan pandangannya dalam diskusi Ngobrol Pintar Pemilu “Menakar Prospek Pemilu 2024 dan Kualitas Demokrasi di Jakarta”, bahwa harus ada kontrol partisipasi masyarakat, komitmen dan kepatuhan peserta Pemilu pada aturan dan nilai – nilai demokrasi dan otonomi pemilih dan yang terakhir adalah netralitas birokrasi. Penyelenggara Pemilu yang berdaulat dan Pemilu yang berkualitas tentunya menjadi harapan kita semua dan Pemilu 2024 menjadi batu uji pendewasaan sistem demokrasi di Indonesia.