TERNATE: SARUMANEWS.COM- Polda Malut memeriksa Pdt. Sambaimana, Pdt. Alven Ternate, dan Pdt Tot duan sedangkanPdt. Anselmus Puasa masih di luar daerah, terkait dugaan pemalsuan surat menggunakan logo GMIH, dimana terlapor diduga kuat, mendaftar dan menggunakan merek atau Logo GMIH tanpa sepengetahuan dari pemilik merek atau Logo GMIH yang sah. Kamis 9/11/2023.
Pemilik merek atau logo GMIH yang sah yaitu Sinode GMIH Jalan Kemakmuran, dibawah kepemimpinan Ketua Sinode Pdt. Dr. Demianus Ice, SH,.M.Th dan Sekretaris Sinode Pdt. Abram Ugu S,Ag, M,Si.
Kami menghubungi Sekretaris Biro hukum GMIH Dr. Selfianus Laritmas, SH.,M.H via henpone menyatakan bahwa “hal tersebut memang benar, bahwa GMIH jalan kemakmuran di bawah kepemimpinan Pdt. Dr. Demianus Ice STh. SH. M. Th dan Pdt. Abram Ugu. S.Ag. M.Si telah melaporkan 4 orang yang diduga bertanggungjawab atas dugaan penyalahgunaan pendaftara logo GMIH tanpa seizin, pemiliknya GMIH jalan Kemakmuran.(14/11/23)
Karena itu kami berharap kepada mereka atau GMIH jalan Pemerintahan untuk tidak lagi menggunakan logo atau merek GMIH dengan keluarnya, (a) Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 PK/Pdt.Sus-HKI/2023; b). Surat Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Nomor B1585/DJ.IV/Dt.IV.I/BA.02/07/2023 tertanggal 24 juli 2023 Perihal Penjelasan; dan c) Surat Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Nomor HKI.4-KI.06.08.01-1170, tertanggal 6 Oktober 2023 Perihal tentang Penegasan Atas surat No. BPHS/1725/B-6/XXIX/2023. Bahwa dengan keluarnya dokumen-dokumen hukum ini, secara jelas negara telah mengembalikan logo GMIH secara resmi ke pemiliknya yaitu GMIH jalan kemakmuran. Jadi jangan disalahgunakan tanpa seizin pemiliknya.
Sekretaris Biro Hukum GMIH Dr. Selfianus Laritmas, S.H., M.H menjelaskan bahwa ” Sinode GMIH Jalan kemakmuran telah berdiri sejak tanggal 6 Juni 1949, dan sudah terdaftar dan disahkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen dengan Surat Keputusan, Nomor: 85 Tahun 1988 tertanggal 21 Maret 1988, berdasarkan staatsblad 1927 nomor 156 tentang Perkumpulan Gereja; yang beralamat di Jalan Kemakmuran. Karena itu menurut Laritmas, Kepempinan Sinode GMIH jalan kemakmuran telah diakui kiprahnya secara Nasional maupun internasional oleh Dewan gereja-gereja dunia (DGD) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan pemerintah baik pusat maupun daerah.
Laritmas mempertegas, bahwa dengan adanya keputusan yang telah saya jelaskan diatas oleh lembaga-lembaga negara terkait, harus ditaati oleh sinode yang mengatasnamakan GMIH yang di pimpin oleh Pdt. Anselmus Puasa dkk, yang bernaung di bawah Yayasan Gereja Masehi Injili Di Halmahera yang berada di bawah kementrian Hukum dan HAM; dapat legowo dan dapat menjelaskan secara baik kepada jemaat mereka bahwa GMIH hanya satu yaitu GMIH yang beralamat di jalan kemakmura Tobelo.
Selain itu Dr. Selfianus Laritmas, Sekertaris Biro Hukum sekaligus Kuasa Hukum GMIH jalan kemakmuran, kami memberikan apresiasi kepada Direskrimum Polda Maluku Utara, yang sudah merespon laporan kami dengan cepat untuk melakukan penyelidikan terhadap perkara ini, dengan memeriksa Pdt. Sambaimana, Pdt. Alven Ternate, dan Pdt Tot duan. Sedangkan Pdt. Anselmus Puasa setelah dikonfirmasi bahwa Pdt. Anselmus Puasa masih di luar daerah.
Mengakhiri penyampaiannya Dr. Laritmas mengharapkan dan mempertegas, bahwa penyelidikan terhadap perkara ini dapat memberi suatu kepastian hukum bagi sengketa yang saat ini menjadi pergumulan GMIH jalan kemakmuran. Kami juga ingin menyampaikan bagi semua jemaat di bawah kepemimpinan Pdt Anselmus Puasa dan Pdt Ari Budiman, untuk tidak dapat lagi menggunakan logo atau merek GMIH untuk urusan keagamaan berupa, mengeluarkan surat-surat berharga yang masih menggunakan logo atau merek GMIH seperti surat baptis, surat sidi, dan surat nikah.
Jika ada orang yang tetap masih menggunakan merek atau logo GMIH tanpa sepengetahuan pemilik yang sah, maka kami akan bertindak sebagai kuasa hukum mewakili Gereja untuk menindak secara tegas dengan melaporkan mereka secara pidana sesuai ketentuan pasal 100 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.