“PERJUANGAN TAK SEMUDA ITU”
(Sebuah Refleksi Masa Lalu, Kini, & Akan Datang)
Ludfi Abdulhak : Kabid PAO HMI Cabang Ternater
Nestapa bangsa ini diperjuangkan oleh orang-orang yang sadar secara totalitas dengan segala bentuk jiwa dan raga walaupun nyawa menjadi taruhannya. Demi mengangkat harkat dan martabat bangsa ini di mata dunia serta mempertinggi derajat masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tanpa mengenal perbedaan di mata para penjajah. Lalu Sosok intelektual bangsa, sang proklamator kemerdekaan yakni “Ir Soekarno” dengan lantang berpesan bahwa “Perjuangan ku sangat mudah kerena aku mampu mengusir penjajah. Namun perjuanganmu akan lebih sulit karna melawan bangsamu sendiri”. Pesan ini Mengindikasikan bahwa kelak penghianatan marak terjadi di bangsa ini yang tidak ada keberpihakan terhadap rakyat dan terbukti, kedaulatan bangsa digadaikan demi kepentingan kelompok Borjuis, eksploitas/perampasan ruang hidupi (SDM & SDA), dengan legitimasi keamanan serta dalil UUD. Ternyata hanya perselingkuhan gelap, yang berakibat berbagai problema desentralisasi “pendidikan, ekonomi, hukum, kesehatan, dll”. yang kunjung tak terselesaikan.
Lalu lembaga perwakilan rakyat hanya sibuk melayani para perampok itu dan mereka n hanya bisa diam dan tunduk atas nama perintah lalu membiarkan rakyat terombang-ambing di atas penderitaan. Sekejam ini kah waja Indonesia pasca kemerdekaan?. Jika dilihat evolusi rejim di bangsa ini selalu di gantikan oleh mereka yang lahir dan besar demi memperjuangkan hak-hak masyarakat. Lantas ketika mereka teroganisir lewat mekanisme yang amat bagus lalu terpilih secara demokratis, ternyata mereka dipilih sebagai seorang pribadi bukan sebagai perwakilan kelompok-kelompok rakyat jelata.
Suda saatnya jargon perlawanan harus terus dikumandangkan, hingga kata revolusi menjadi jawaban atas segalah kediktatoran rejim ini. Bagaikan sosok kepahlawanan: “Paduka Raja (Sultan Babullah)” yang hadir dikala tangisan gelombang masyarakat “Ternate” yang membanjiri. Akibat Imperialisme barat yang bejat. Kemarahan beliau bukan hanya membalas dendam atas terbunuhnya sang ayah, namum demi atas nama masyarakat yang tertindas, maka perlawanan untuk menumpas serta memutuskan mata rantai penjajahan serta perampokan imperialisme pun terwujudkan., Demi mengangkat dan mempertinggit derajat masyarakat.
Tak luput juga dengan sosok “Muhammad Amiruddin” atau lebih dikenal dengan nama “Sultan Nuku” adalah seorang sultan dari Kesultanan Tidore yang dinobatkan pada tanggal 13 April 1779, dengan gelar “Sri Paduka Maha Tuan, Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan” Selama masa perang dengan VOC, Nuku disebut juga sebagai Jou Barakati, artinya Tuan Yang Diberkahi.
Namum kini kejayaan Maluku Utara hanya menjadi catatan historis. Penjajahan serta perampokan terulang kembali dengan Juba yang baru lewat kebijakan-kebijakan yang tidak pro terhadap masyarakat. . Maluku Utara juga bagian dari sapi peras para oligarki, pertambangan menjadi kelu kesa kesengsaraan sekaligus bukti nyata penderitaan, dimana masyarakat dinabobohkan dengan beragam cara untuk terciptanya kemiskinan struktural. Lalu elit pemerintah daerah kita sibuk berpidato akan kesejahteraan.
Akir kata “Perubahan bangsa tidak akan lahir oleh mereka yang hanya sibuk mengurusi kepentingan pribadi serta mereka yang sibuk membangun relasi politik demi kepentingan kelompok, tetapi perubahan bangsa ini akan lahir jika jantung kepahlawanan generasi selalu berdetak disepanjang jamannya”